Kota Pilihan Dua Angsa, Ditemukan
Benda Pusaka63 Tahun lalu, Kota Jambi sebagai ibu kota Provinsi Jambi
terbentuk.
Di usianya yang setengah abad
lebih itu, banyak sejarah yang mengikuti perjalanan kota pilihan dua angsa
ajaib itu.
Berikut sepintas sejarah Kota
Jambi dari berbagai sumber.
Kota Jambi adalah ibu kota
Provinsi Jambi dan merupakan salah satu dari sepuluh daerah Kabupaten/Kota yang
ada
dalam Provinsi Jambi. Secara
historis, Pemkot Jambi dibentuk dengan ketetapan Gubernur Sumatera No 103/1946
sebagai daerah otonom kota besar
di Sumatera. Lalu diperkuat lagi dengan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1956 dan
dinyatakan sebagai daerah otonom
kota besar dalam lingkungan Provinsi Sumatera Tengah.
Dengan pembentukan Provinsi Jambi
pada 6 Januari 1948, sejak itu pula Kota Jambi resmi menjadi ibu kota Provinsi.
Dengan demikian Kota Jambi sebagai daerah tingkat II pernah menjadi bagian dari
tiga Provinsi yakni Provinsi Sumatera, Provinsi Sumatera Tengah, dan Provinsi
Jambi sekarang.
Memperhatikan jarak antara
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan pembentukan Pemkot Jambi pada 17 Mei
1946, relatif singkat. Hal itu jelas menunjukan bahwa pembentukan Pemerintah
Otonom Kota Besar Jambi saat itu sangat dipengaruhi jiwa dan semangat
Proklamasi 17 Agustus 1945. Baca Selengkapnya >>>
Meski menurut catatan sejarah
pendirian Kota Jambi bersamaan dengan berdirinya Provinsi Jambi (6 Januari
1948), hari jadinya ditetapkan dua tahun lebih dulu. Sesuai Peraturan Daerah
(Perda) Kota Jambi Nomor 16 Tahun 1985 yang di sahkan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Jambi dengan Surat Keputusan Nomor 156 Tahun 1986. Hari jadi Pemkot Jambi adalah 17 Mei 1946,
dengan alasan pembentukan Pemkot Jambi (sebelumnya disebut Kotamadya sebelum
kemudian menjadi kota), adalah 17 Mei 1946 dengan ketetapan Gubernur Sumatera
Nomor 103 tahun 1946, yang diperkuat dengan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1956.
Kota Jambi resmi menjadi ibu kota Provinsi Jambi pada 6 Januari 1957
berdasarkan UU Nomor 61 Tahun 1958.
Ketentuan mengenai lambang dan
motto Kota Jambi diatur melalui Perda Nomor 15 Tahun 2002 tentang Lambang
Daerah Kota Jambi, yang ditetapkan di Jambi pada 21 Mei 2002 dan di
tandatangani oleh Wali Kota Jambi H Arifien Manap dan Ketua DPRD KOta Jambi H Zulkifli
Somad. Lambang Kota Jambi itu secara filosofis melambangkan identitas sejarah
dan kebesaran Kerajaan Melayu Jambi dulu. Di lambang tersimpul pula secara
simbolik kondisi geografis daerah dan sosiokultural masyarakat Jambi.
Lambang Kota Jambi berbentuk
perisai dengan bagian yang meruncing di bawah dikelilingi tiga garis dengan
warna bagian luar putih, tengah berwarna hijau, dan bagian luar berwarna putih.
Garis hijau yang mengelilingi lambang pada bagian atas lebih lebar dan di
dalamnya tercantum tulisan “Kota Jambi” yang melambangkan nama daerah dan
diapit oleh dua bintang bersudut lima berwarna putih. Itu melambangkan kondisi
kehidupan sosial masyarakat Jambi yang terdiri atas berbagai suku dan agama,
memiliki keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa.
Warna dasar lambang berwarna biru
langit. Isi dan arti lambang senapan/lelo, gong, dan angsa. Disebutkan, setelah
Orang Kayo Hitam menikah dengan putri Temenggung Merah Mato yang bernama Putri
Mayang Mangurai, oleh Temenggung Merah Mato anak dan menantunya itu diberi
sepasang angsa serta perau kajang lako. Kemudian dia disuruh mengaliri aliran
sungai Batanghari untuk mencari tempat guna mendirikan kerajaan baru. Kepada
anak dan menantunya tersebut, dipesankan bahwa tempat yang akan dipilih ialah
dimana sepasang angsa naik ke tebing dan mupur di tempat itu selama dua hari
dua malam.
Setelah beberapa hari mengaliri
Sungai Batanghari, kedua angsa naik ke darat di sebelah hilir (kampung jam),
kampung tenadang. Dan sesuai dengan amanat mertuanya, Orang Kayo Hitam dan
istrinya, Putri Mayang Mangurai, beserta pengikutnya membangun kerajaan baru
yang kemudian disebut tanah pilih. Tanah Pilih dijadikan pusat pemerintahan
kerajaan (Kota Jambi sekarang). “Dulu kan ado semacam kepercayaan sebelum
memulai sesuatu. Rajo zaman itu mempercayakan kepada duo ekor angso untuk
menentukan pusat kota kerajaan. Duo angso itu dilepas di sungai. Kalau angso
itu naik, berarti itulah awal kota. Sampai sejauh mano dio bejalan, itulah luas
daerahnyo,” tutur Sulaiman Abdullah, seorang tokoh masyarakat Jambi yang juga
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jambi.
Sewaktu Orang Kayo Hitam menebas
untuk menerangi tempat pilihan dua angsa itu, ditemukan sebuah gong dan
senapan/lelo yang diberi nama “Sitimang” dan “Sidjimat”. Kemudian kedua benda
tersebut menjadi barang pusaka Kerajaan Jambi yang disimpan di Museum Negeri
Jambi.
“Tanah Pilih itu adalah tanah
yang dipilih oleh raja zaman dulu untuk dijadikan istana dan pusat kerajaan.
Sedangkan pusako Batuah maksudnya adalah saat membangun, ditemukan barang –
barang pusaka seperti gong dan keris,” katanya mencoba mengingat kembali kisah
– kisah lama itu. Keris yang ditemukan itu diberi nama “Keris Siginjai” dan
merupakan lambang kebesaran serta kepahlawanan raja dan Sultan Jambi dahulu. Siapapun
yang memiliki keris itu, dialah yang diakui sebagai penguasa atau berkuasa
untuk memerintah Kerajaan Jambi.
Tanah Pilih Pesako Betuah secara
filosofi mengandung pengertian bahwa Kota Jambi sebagai pusat pemerintahan kota
sekaligus sebagai pusat sosial, ekonomi, kebudayaan, mencerminkan jiwa
masyarakatnya sebagai duta kesatuan baik individu, keluarga, dan kelompok
maupun secara institusional yang lebih luas ; berpegang teguh dan terikat pada
nilai – nilai adat istiadat dan hukum adat serta peraturan perundang – undangan
yang berlaku.